A . Latar Belakang
Dalam setiap studi ilmu kependidikan persoalan yang berkenaan dengan guru dan jabatan guru, seringkali di singgung bahkan menjadi salah satu pokok bahasan yang mendapat tempat tersendiri.
Guru memegang kedudukan dan peranan yang strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Dari dimensi tersebut kedudukan dan peranan guru sulit digantikan oleh orang lain. Dipandang dari dimensi pembelajaran peranan guru dalam masyarakat Indonesia tetap dominan, sekalipun tekhnologi yang dapat di manfaatkan dalam proses pembelajaran tersebut. Maka dari itu, sejalan dengan hakikat dan makna yang terkandung dalam topik tersebut, masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah peranan guru di sekolah dan dalam masyarakat.
1. Peranan Guru di Sekolah
Peranan sosial guru di sekolah mempunyai peranan yang sangat penting, terutama dalam efektifitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat tergantung kepada peranan guru.
Abin Syamsudin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas seorang guru yang ideals seyogyanya dapat berperan sebagai:
a. Konservator (pemeliharaan) yaitu sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan.
b. Inovator (pengembangan) yaitu sistem nilai ilmu pengetahuan.
c. Transmitor (penerus) yaitu sistem nilai kepada peserta didik.
d. Transpormator (penterjamahan) yaitu sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam proses interaksi dengan sasaran anak didik.
e. Organisator (penyelanggara) yaitu terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggung jawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abidin Syamsudin dengan mengutip pemikiran Gage dan Bermiler, mengemukakan peranan guru dalam proses pembelajaran peserta didik yang mencakup:
a. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran (pre-teching problem).
b. Guru sebagai pelaksana (organizer) yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakan dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, dimana ia bertindak sebagai sumber (resource person).
c. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan. Menganalisis, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgment) atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran.
d. Guru sebagai pembimbing (teacher counsel) dimana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang di duga menangani kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya.
Adapun peranan guru terhadap anak didiknya, merupakan peranan vital dari sekian banyak peran yang harus dijalani. Hal ini dikarenakan komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru di dalam kelas adalah untuk memberikan keteladanan, pengalaman, serta ilmu pengtahuan kepada murid-murid tersebut. Begitupun peranan guru atas murid-muridnya tadi bisa dibagi menjadi 2 jenis menurut situasi interaksi sosial yang mereka hadapi, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar di kelas dan dalam situasi informal di luar kelas.
Dalam situasi formal, seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seseorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dan tugas-tugas guru yang bersangkutan, yakni mengajar dan mendidik murid-muridnya.
Dalam situasi sosial informal, guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya suatu rekreasi, olahraga, berpikni atau kegiatan lainnya. Murid-murid menyukai guru pada waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagi manusia terhadap manusia lainnya dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Akan tetapi bergaul dengan murid secara akrab sebagai sahabat, sedangkan dalam situasi belajar dalam kelas akan menimbulkan kesulitan disiplin bagi murid itu sendiri.
Pada satu pihak, guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasan disiplin demi tercapainya hasil belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial dengan murid. Dilain pihak ia harus dapat menunjukan sikap bersahabatnya dan dapa bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat menjalankan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Kegagalan dalam hal ini akan merusak kedudukannya dalam pandangan murid kepala sekolah, rekan-rekan guru maupun orang tua murid.
2. Peranan Guru dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan dan status sosialnya di masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di Negara satu denagan Negara yag lain dan zaman ke zaman lain pula. Di Negara–negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranan yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru yang bersangkutan serta kompetensi mereka dalam bekerja.
Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangun bangsa. Dari guru diharapkan agar ia menjadi manusia yang idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada harus menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Walau demikian, masyarakat tak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka, sejajar dengan pekerjaan tukang kayu. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa.
Karena, kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru. Harapan-harapan itu tidak dapat diabaikan oleh guru, bahkan dapat menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru.
Dalam persepektif perubahan sosial, guru yang baik tidak saja harus mampu melaksanakan tugas propesionalnya di dalam kelas, namun harus pula melaksanakan tugas-tugas pembelajaran-pembelajarannya di luar kelas atau di dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai pula dengan kedudukan sebagai agent of change yang berperan sebagai inovator, motivator dan fasislitator terhadap kemajuan serta pembaharuan. Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (referensi) bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang nilai-nilai norma yang harus dijaga dan dilaksanakan, ini dapat kita lihat bahwa betapa ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang lain.
Ki Hajar Dewantara menggambarkan peranan guru sebagai stake holder atau tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan :
Ing ngarsa sung tulada : "(yang) di depan memberi teladan/contoh"
Ing madya mangun karsa : "(yang)" di tengah membangun prakarsa/ semangat"
Tut wuri handayani : ("dari belakang mendukung").
Ketiga prinsip tersebut sampai sekarang masih tetap dipakai sebagai panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan ketiga prinsip tersebut, tampak jelas bahwa guru memang sebagai “pemeran aktif”, dalam keseluruhan aktivitas masyarakat sercara holistik. Tentunya para guru harus bisa memposisikan dirinya sebagai agen yang benar-benar membangun, sebagai pelaku propaganda yang bijak dan menuju ke arah yang positif bagi perkembangan masyarakat.
3. Peranan Guru dalam Hubungan dengan Guru-guru Lain dan Kepala Sekolah
Sebagai pegawai negeri dan anggota KORPRI tiap guru harus menaati segala peraturan kepegawaian dalam melakukan tugasnya. Bagi guru ini berarti bahwa ia harus hadir pada tiap pelajaran agar jangan merugikan murid. Seorang pegawai administrasi masih dapat mengejar ketinggalannya dengan mengerjakannya di rumah di luar jam kantor.
Selain peraturan umum bagi pegawai tiap-tiap sekolah mempunyai peraturan-peraturan khusus tentang berbagai tugas lain yang harus dilakukan oleh guru seperti membantu administrasi sekolah, tugas piket, membimbing kegiatan ekstrakulikuler, menjadi anggota HUT sekolah, menjadi wali kelas dan sebagainya.
Sebagai pengajar ia harus membuat persiapan, memberi dan mememriksa ulangan, mengabsensi murid, mengahdiri rapat guru, dan sebagainya. Dalam segala tugas kewajuban ia senangtiasadi bawah pengawasan kepala sekolah yang harus memberi conduite yang baik agar memperoleh kenaikan tingkat. Dengan sendirinya guru akan mematuhi tiap peraturan dan intruksi dari atasannya.
Berdasarkan kekuasaan yang dipegang oleh kepala sekolah terbuka kemungkinan baginya untuk bertindak otoriter. Sikap ini dapat menjelma dalam sikap otoriter guru terhadap murid. Namun pada umumnya guru menginginkan kepala sekolah yang demokratis yang mengambil keputusan berdaarkan musyawarah, walaupun dalam situasi tetentu diinginkan pimpinan yang berani bertindak tegas dengan penuh otoritas.
Guru-guru cenderung bergaul dengan sesame guru. Guru terikat oleh norma-norma menurut harapan masyarakat yang dapat menjadi hambatan untuk mencari pergaulan dengan golongan lain yang tidak dibebani oleh tuntutan-tuntutan tentang kelakuan tertentu. Guru dan sesame guru mudah saling memahami dan dalam pergaulan antara sesama rekan dapat memelihara kedudukan dan peranannya sebgai guru. Itu sebabnya guru-guru akan membantu cliquenya sendiri.
Perkumpulan guru juga menggambarkan peranan guru. PGRI misalnya bersifat professional yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan sekalipun juga disebut perbaikan nasib guru, namun guru-guru pada umumnya kurang dapat menerima perkumpulan guru sebagai serikat buruh. Mengajar dan mendidik sejak dulu dipandang sebagai profesi kehormatan yang tidak semata-mata ditunjukan kepada keuntungan material. Memperjuangkan nasib melalui perkumpulan guru dengan menonjolkan soal upah bertentangan dengan hati sanubari guru, sekalipun ia turut merasa kesulitan hidup sehari-hari.
Lagi pula usaha menggunakan perkumpulan guru sebgai alat memperjuangkan perbaikan nasib mungkin akan terbendung bila pengurus perkumpulan itu terpilih dari kalangan kepala sekolah atau mereka yang telah mempunyai kedudukan yang cukup tinggi karena tidak ingin mendapat teguran dari atasan itu. Danya perkumpulan guru memberi kesempatan bagi guru untuk lebih mengidentifikasikan dirinya dengan profesinya.
0 Response to "Peranan Guru Di Sekolah Dan Di Masyarakat"
Post a Comment